Rabu, 10 Juni 2020

Guru Agung Sang Master Teacher


Resume 5 Gelombang 12

Hari/Tanggal   : Rabu, 10 Juni 2020
Waktu              : 19.00 – 21.00
Pemateri           : Bapak Agung Pardini
Tema                : Berbagi Pengalaman Menerbitkan Buku


Malam ini terasa istimewa sebab peserta kuliah kedatangan narasumber yang sangat inspiratif. Seorang master teacher dari lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa yang bernama Bapak Agung Pardini yang sering disebut juga Guru Agung. Pria kelahiran 28 Jumaddil Awwal 1401 H ini menjabat GM Sekolah Kepemimpinan Bangsa yang mengelola Bestudi ETOS.ID dan Beasiswa Aktivis Nusantara (BAKTI NUSA) sejak tahun 2019. Sebelum menduduki jabatan sekarang Guru Agung yang merupakan alumni S-1 Pendidikan Sejarah dengan tambahan program minor Antropologi di Universitas Negeri  Jakarta (UNJ) selama delapan tahun (2001-2008), pernah mendapat kesempatan mengajar pada belasan institusi yang berbeda, mulai dari sekolah formal (SMP dan SMA), Bimbingan Belajar, Program Pengayaan Ujian, hingga Pembelajaran Paket Non-Formal atau PKBM. Di bidang literasi Guru Agung aktif menulis artikel yang dimuat media massa seperti : ’Sekolah Berbasis Masyarakat” dimuat tanggal 17 Oktober 2009 di Jurnal Bogor,  “Mengajar Siswa Gemar Membaca”dimuat tanggal 8 Maret 2010 di  Radar Bogor, “Pendidikan dalam Alienasi Birokrasi“ dimuat tanggal 16 Mei 2013 di Koran Tempo, dan  “Transformasi Kelas Ajar” dimuat Januari 2020 di Republika. Selain artikel Guru Agung berkolaborasi  menulis 6 judul buku yaitu : “Menabung Gula untuk Pendidikan (Saving Palm Sugars for The Education)” Bersama tim Masyarakat Mandiri, “Penyulut Jiwa di Kampung Hatta” Bersama Surya Hanafi, dkk, “Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Raganya” Bersama Purwo Udiutomo, “Sekolah Ramah Hijau” Bersama Zayd Sayfullah, dkk, “Besar Janji daripada Bukti” Bersama tim, “Bagaimana ini Bagaimana itu” Bersama tim Makmal. Hampir semua buku-buku yang diterbitkan adalah antologi hasil kolaborasi dengan penulis lain.
Sejak tahun 2008 hingga sekarang ini, Guru Agung aktif di lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa untuk menjalankan amanah pengelolaan dana zakat, infaq, dan shodaqoh. Salah satu program Dompet Dhuafa adalah School of Master Teachers atau Sekolah Guru Indonesia. Saat ini program tersebut  tengah diselenggarakan di NTB, Sulsel, Sulbar, dan Sulteng selama 3 hingga 4 bulan dengan tugas akhirnya membuat PTK. Di tengah keterbatasan kondisi geografis dan budaya, aktivitas menulis dan berkarya ini memiliki tantangan sendiri buat para guru-guru di sana. Terdapat beberapa kendala yakni 1. Gaya bahasa, ada beberapa istilah Bahasa Indonesia yang dimaknai secara berbeda di daerah; 2. Penggunaan komputer banyak yang belum mengenal MS Office; 3. Listrik, di beberapa wilayah hanya menyala di malam hari; 4. Ejaan yang (belum) disempurnakan. Untuk mengatasi kendala ini tersebut diadakan model pendampingan intensif. Secara sabar para konsultan dan guru-guru relawan akan melakukan pendampingan dan bimbingan. Tentu ini bukan tugas yang mudah dan butuh kesabaran dari para relawan.
Dompet Dhuafa sendiri dibangun oleh para jurnalis senior Republika di era-era awal sehingga setiap program pemberdayaan guru di daerah harus memiliki produk berupa buku atau tulisan seperti : PTK, jurnal, inovasi pembelajaran baik dalam bentuk metode ataupun media dan lain sebagainya. Semua bahan tulisan bersumber dari pengalaman para guru yang bertugas hingga pelosok negeri yang mereka tuangkan dalam bentuk "Jurnal Perjalanan Guru". Jurnal ini wajib dikerjakan oleh setiap guru yang sedang mengikuti proses pembinaan di kampus Sekolah Guru Indonesia. Setiap malam mereka harus menulis pengalaman mereka selama siang hari. Modelnya bisa macam-macam. Ada yang curhat, sampai ada yang membahas suatu teori kependidikan dan kepemimpinan. Setelah pagi tiba, sebelum beraktivitas dalam pembinaan, semua jurnal tadi dikumpulkan untuk diapresiasi dan ditanggapi. Jadi ini bisa jadi semacam refleksi dan evaluasi. Kebiasaan menulis jurnal harian ini membuat guru jadi terlatih untuk menulis. Ada sebuah kisah mengharukan terkait kebiasaan menulis ini. Seorang pejuang muda pendidikan yang mengabdi sebagai guru di daerah pelosok bernama Jamilah Sampara meninggal dalam tugas. Saat sebelum meninggal, beliau sempat menulis pada sebuah buku. Untuk mengabadikan perjuangannya akhirnya nama beliau menjadi nama sebuah penghargaan bagi guru-guru terbaik Sekolah Guru Indonesia yaitu Jamilah Sampara Award.


Namun tentu saja menulis saja tidaklah cukup sebab harus juga banyak membaca. Dengan banyak membaca maka wawasan kita bertambah sehingga kita mempunyai banyak ide-ide yang dapat dituangkan dalam bentuk tulisan. Untuk melatih kepekaan literasi mereka diadakan bedah buku rutin secara harian atau pekanan setiap apel pagi. Sedangkan untuk memantau kemajuan bacaan para guru, setelah apel biasanya ada aktivitas "Semangat Pagi". yakni memberi motivasi secara bergantian dengan menggunakan kata-kata yang dinukil dari para tokoh. Ini efektif juga buat meningkatkan kepekaan literasi buat para guru.
Untuk menyediakan buku-buku referensi para guru di daerah pelosok tersebut berasal dari donasi buku yang setiap tahun diperoleh. Walau jumlahnya terbatas namun dapat disalurkan ke beberapa daerah pelosok. Sebetulnya dari zaman dahulu pemerintah kita sudah sangat peduli untuk pengiriman buku-buku ke sekolah-sekolah marjinal. Namun sayang, masih banyak guru yang belum termotivasi untuk membacanya. Terbukti banyak buku masih terplastik rapi di dalam dus-dus dalam lemari sekolah. Hal itu diketahuinya jika dia datang ke sekolah dan membongkar isi lemari sekolah. Selain buku-buku yang disebar ke berbagai daerah tersebut, saat ini buku-buku Dompet Dhuafa sudah tersedia secara online. Jadi lebih mudah diakses seperti : EduAction e-Book Dompet Dhuafa Pendidikan 2020, http://etahfizh.org/ebook.⁣⁣
Di akhir kegiatan Guru Agung menyimpulkan bahwa secara pribadi merasa bahwa merangkai kata dalam bentuk tulisan bukan pekerjaan mudah. Kita mesti bersabar dan kalau mau lancar harus banyak membaca dulu. Cobalah menulis dengan apa yang sering kita pikirkan, kita lakukan, dan yang sering kita katakan. Buat mencari ide, butuh teman diskusi, teman nongkrong setia dan perlunya komunitas. Menulis buat para guru adalah lompatan dan percepatan peningkatan kapasitas, kompetensi, dan rasa percaya diri. Keterampilan menulis ini melatih ketajaman pikiran dan memperhalus budi pekerti.. Semakin kita sering menulis maka terjadi akselerasi peningkatan kapasitas dan kompetensi kita. Produktivitas kita dalam menulis tentunya akan menambah rasa percaya diri kita. Maka jika kita ingin menjadi orang yang percaya diri mari kita keluar dari zona nyaman kita lalu bergeraklah untuk menuliskan setiap episode hidup kita. Menulislah untuk menandai bahwa engkau pernah “ada” di dunia ini. Semoga kita menjadi orang yang bisa memberikan kebaikan sebab sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

11 komentar:

Refleksi bulan Januari 2021

                   Membuka tahun 2021 tepatnya tanggal 7 Januari saya mendapat kabar jika buku saya yang berjudul "Berbagi Motivasi dal...